Interwinews.com – Kegagalan Timnas Indonesia di Piala AFF 2024 menyisakan kekecewaan mendalam. Skuad Garuda tersingkir di fase grup usai kalah 0-1 dari Filipina dalam laga penentuan di Stadion Manahan, Solo, Sabtu (21/12/2024). Gol semata wayang dicetak Bjorn Kristensen dari titik putih.
Pertandingan melawan Filipina berjalan dengan tensi tinggi sejak awal. Babak pertama diwarnai 16 pelanggaran, empat kartu kuning, dan satu kartu merah untuk Muhammad Ferrari setelah menyikut pemain lawan di kotak penalti.
Meski tampil agresif, skuad Garuda kesulitan menciptakan peluang berarti. Filipina, memanfaatkan keunggulan jumlah pemain, tampil lebih disiplin hingga babak pertama berakhir tanpa gol.
Di babak kedua, Timnas Indonesia mencoba meningkatkan intensitas serangan. Namun, petaka datang ketika tendangan Tabinas mengenai tangan Dony Tri Pamungkas di kotak penalti. Filipina mendapat hadiah penalti yang dieksekusi dengan baik oleh Kristensen.
Meski terus menekan, Indonesia gagal menyamakan kedudukan hingga peluit panjang dibunyikan. Kekalahan ini memastikan Indonesia gagal lolos ke semifinal Piala AFF 2024.
Pengamat sepakbola, Kesit Budi Handoyo, memberikan kritik terhadap pelatih Shin Tae-yong (STY). Menurutnya, STY kesulitan meramu strategi yang efektif dengan pemain muda.
“Bukan maksud membedakan, tapi terlihat bagaimana ketika strategi dan taktik tidak bisa berjalan tanpa ditunjang kualitas pemain, maka mutu pelatih pun akan kelihatan. Tanpa pemain diaspora yang sudah didatangkan PSSI, STY kelihatan gak bisa berbuat banyak,” ujar Kesit dalam keterangan resmi yang diterima detikSport.
Kesit juga menyoroti minimnya perkembangan permainan Timnas sepanjang turnamen.
“Timnas di ASEAN Cup ini tergolong muda, dengan mayoritas pemain U-22. Tapi, sejak laga pertama melawan Myanmar, Laos, Vietnam, hingga Filipina, permainan mereka tidak menunjukkan peningkatan,” lanjutnya.
Keputusan Shin Tae-yong untuk lebih mengandalkan pemain lokal juga dinilai menjadi tantangan besar. Kesit menambahkan bahwa banyak pemain yang masih minim jam terbang dibandingkan dengan pemain diaspora yang biasanya lebih matang.
“STY memang kesulitan ketika hanya mengandalkan pemain lokal. Jam terbang mereka sedikit, dan ini berbeda dengan pemain diaspora yang lebih berpengalaman,” ungkapnya.
Kegagalan ini membuka perdebatan mengenai strategi pembinaan dan komposisi pemain di masa depan. Dengan kritik yang mengarah pada pelatih dan PSSI, harapan tetap ada untuk memperbaiki performa Timnas di ajang-ajang berikutnya.
No Comments